Pages

Kamis, 21 Maret 2013

Sejarah Vaksinasi



Sejarah vaksin tidak dapat dilepaskan dari nama seorang dokter Inggris yang lahir pada 17 Mei 1749, yaitu Edward Jenner. Pada 1796, suatu hari dalam hidup ilmuwan yang berasal dari Berkeley, Gloucestershire, Inggris ini, datang kepadanya seorang wanita pemerah susu bernama Sarah Nelmes yang mengeluhkan adanya rash di tangannya. Jenner, dengan pisau tajam justru mengambil materi rash yang diketahui sebagai penyakit cacar menular pada sapi tersebut (cowpox) dan memindahkannya ke lengan James Phipps, seorang anak tukang kebunnya yang berusia 8 tahun. James lantas terkena cowpox, namun segera sembuh. Selanjutnya, Jenner mengoleskan materi dari luka cacar smallpox, penyakit mematikan yang mewabah saat itu, ke luka yang ia buat di tangan James. Sebagaimana dugaan Jenner, James tidak terkena cacar. Sesuatu yang berasal dari cowpox telah melindungi James.
Setelah percobaannya yang sukses tersebut, Jenner kembali melakukan percobaan sebanyak 23 kasus yang sama, termasuk pada anak lelakinya yang berumur 11 bulan. Semua detail penelitiannya ia kumpulkan dalam sebuah buku dengan titel "An inquiry into the causes and effects of the variolae vaccinae, a disease discovered in some of the western counties of England, particularly Gloucestershire, and known by the name of The Cow Pox". Dengan keberhasilan Jenner ini, ilmu imunologi pun lahir. Penemuan Jenner tersebut dikenal sebagai vaksinasi yang diambil dari bahasa latin sapi, yaitu vacca.
Namun, jauh sebelum penemuan Edward Jenner, vaksinasi sesungguhnya telah dikembangkan di Cina pada awal tahun 200 sebelum masehi. Misalnya, vaksin dari serbuk luka orang yeng terinfeksi cacar yang berhasil didokumentasikan berasal dari India dan China sekitar abad 17. Penyakit cacar, saat itu melanda seluruh dunia dan mengakibatkan kematian sekitar 20-30 persen orang yang terinfeksi. Beberapa tahun sebelum percobaan Jenner, juga setidaknya ada 6 orang yang mencoba melakukan imunisasi cacar yaitu seorang kebangsaan Inggris pada 1771, Sevel dari Jerman sekitar tahun 1772, Jensen dari Jerman tahun 1770, Benjamin Jesty, Inggris, tahun 1774, Rendall, Inggris tahun 1782, dan Peter Plett, Jerman, tahun 1796.
Seorang istri duta besar Inggris di Turki tahun 1716 hingga 1718 juga mengamati tradisi vaksinasi Turki yang disebut Ashi, yaitu vaksinasi dengan mengoleskan lesi cacar sapi pada dada ternak ke anak-anak mereka. Lady Mary Wortley Montagu, istri duta besar tersebut, meminta ahli bedah kedutaan Charles Maitland, untuk melakukan metode vaksinasi tersebut pada anak lelakinya. Lantas, ia menulis surat pada saudara dan teman-temannya di Inggris, menggambarkan proses vaksinasi ala Turki secara lengkap. Ketika kembali ke Inggris, Lady Montagu tak putus menyebarkan tradisi Turki tersebut dengan cara menyuntik koleganya.
Waktu berganti, ratusan tahun sejak momentum keberhasilan Edward Jenner, vaksin telah digunakan untuk terapi berbagai penyakit. Louis Pasteur mengembangkan teknik vaksinasi pada abad 19 dan mengaplikasikan pengguanaannya untuk penyakit anthrax dan rabies. Dengan vaksin pula, beberapa penyakit besar yang melanda umat manusia dapat dikontrol atau dibatasi penyebarannya. WHO mencatat tahun beberapa jenis vaksin pertama yang digunakan pada manusia, yaitu cacar pada tahun 1798, Rabies tahun 1885, Pes tahun 1897, Difteri tahun 1923, Pertusis tahun 1926, Tuberculosis (BCG) tahun 1927, Tetanus tahun 1927, Yellow Fever tahun 1935. Setelah perang dunia ke dua, pengembangan vaksin mengalami percepatan. Vaksin Polio suntik pertama diaplikasikan pada manusia tahun 1955, sedangkan vaksin polio oral tahun 1962. Selanjutnya campak tahun 1964, mumps tahun 1967, rubella tahun 1970, dan hepatitis B tahun 1981.

0 komentar:

Posting Komentar